Muslimah & Tarbiyah

Leave a Comment
Muslimah merupakan komponen dalam keluarga dan masyarakat yang sangat menentukan  perannya dalam membentuk generasi dan menciptakan peradaban. Sejarah telah mencatat, sejak zaman nabi Adam, hingga nabi yang terakhir nabi kita Muhammad SAW, banyak kita dapatkan kisah betapa muslimah (wanita) di sekitar  para nabi sangat berperan di dalam membantu tugas dakwah para nabi. Sebagai contoh misalnya peran Siti Aisiah  istri Firaun, di tengah kehidupan jahil Firaun dan anak buahnya, Aisiah telah menunjukkan keteguhannya dalam memegang keimanan kepada Allah SWT, dan kepada Musa AS, walaupun harus menanggung ujian berat. Demikian juga peran ibu Musa ketika musa masih bayi, yang dengan ikhlas memenuhi perintah Allah untuk menghanyutkan bayinya. Juga peran kakak  Musa AS yang turut serta memantau kotak yang berisi bayi Musa yang dihanyutkan. Kita lihat juga bagaimana peran Siti Hajar ayah Ismail AS, dalam mendidik anaknya sehingga mampu menjadi hamba Allah yang sabar ketika menerima perintah  untuk disembelih. Lihatlah juga bagaimana pengorbanan dan perjuangan Khadijah RA dalam membela dakwah suaminya. Peran Asma binti Abu Bakar yang telah membantu kesuksesan dakwah Rasulullah SAW. Kepandaian Aisyah RA, sehingga mampu mendidik kaum wanita sepeninggal Rasul, dengan mengajarkan berbagai macam hadits.
Munculnya muslimah yang demikian besar perannya dalam kehidupan dan sejarah perjuangan  para nabi, tentu tidak secara instant dan tiba-tiba. Mereka semua menjadi muslimah yang tangguh dalam segala hal, adalah berkat adanya proses pembinaan yang berkelanjutan.
Maka jika kita semua, tanpa kecuali, baik laki-laki ataupun perempuan ingin mengulang sejarah, mengukir kembali pribadi-pribadi muslimah yang siap mendukung terciptanya peradaban Islam yang gemilang, mestilah memberikan dukungan yang penuh terhadap aktivitas tarbiyah muslimah. Pemahaman ini penting, sehingga akan ada kerja sama  yang selaras antara ikhwan dan akhwat dalam mensukseskan program tarbiyah muslimah.
Pembinaan merupakan sesuatu yang niscaya, karena fitrah manusia yang senantiasa membutuhkan nasihat dan perhatian. Kenapa demikian?
Karena manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT di mana salah satunya memiliki sifat lupa. Dengan demikian, manusia, termasuk di dalamnya muslimah butuh untuk selalu diingatkan dan diarahkan (Fa dzakir fainna dzikra tanfaaul mu’minin).
Karena tabiat manusia yang membutuhkan hidup berkelompok. Pembinaan dalam beberapa hal melatih bagaimana muslimah dapat hidup berkelompok dengan berbagai tanggung jawabnya.
Karena manusia memiliki tabiat lemah dan bodoh. Dengan kesadaran ini, maka muslimah akan terpacu untuk senantiasa menambah ilmu dan wawasan sehingga akan dapat mengarungi kehidupannya dengan  ilmu dan pemahaman
Dari uraian di atas, kita  dapat memahami bahwa beberapa urgensi tarbiyah bagi Muslimah adalah sebagai berikut:
1.     Dengan tarbiyah muslimah dapat  menambah ilmu dan wawasan
2.     Dengan tarbiyah muslimah dapat mendukung suami dalam dakwah
3.     Dengan tarbiyah muslimah dapat sukses dalam mendidik anak
4.     Dengan tarbiyah  muslimah dapat  eksis di tengah masyarakat untuk bekerja sama dalam memberdayakan lingkungan yang islami.
1. Tarbiyah  merupakan sarana untuk menambah ilmu dan wawasan.
Ilmu akan menjadi cahaya dalam melangkah. Ilmu akan memandu setiap langkah muslimah. Dengan  ilmu juga seseorang akan menjadi takut kepada Allah. Ilmu juga akan mengangkat derajat seseorang di sisi Allah dan di sisi manusia.
Al-Qur’an surat al mujaadilah ayat 11:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujaadilah: 11)
Jika para muslimah memiliki ilmu dan wawasan yang luas, mereka akan mampu memberikan pengajaran dan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya, mengetahui jalan-jalan kebaikan, yang dengannya dia akan banyak kesempatan/peluang untuk beramal, mampu mengajarkan  kebaikan kepada masyarakatnya. Dan  seorang muslimah yang memiliki banyak ilmu dan wawasan tidak akan ditipu dan dibohongi oleh pihak-pihak yang ingin menjerumuskannya dari kalangan musuh-musuh Allah.
akhwat cute new performDengan tarbiyah yang dilakukan secara rutin setiap pekan dalam halaqah, peluang-peluang untuk mendapatkan tambahan ilmu akan semakin besar, karena selain mendapatkan ilmu-ilmu secara langsung dari murabbinya, di dalam halaqah  juga seorang muslimah akan dimotivasi untuk memperbanyak kegiatan menggali ilmu di luar halaqah, misalnya dengan  aktivitas membaca. Para shahabiyah terbiasa menanyakan hal-hal yang belum diketahui kepada Rasulullah dan para istri-istrinya, karena semangat  mencari ilmu yang tinggi.  Aisyah RA termasuk salah seorang shahabiyah sekaligus istri nabi yang  memiliki ilmu dan wawasan yang sangat luas, terbukti dengan meriwayatkan banyak hadits, yang jumlahnya lebih dari 200.
Muslimah yang memiliki ilmu  pada gilirannya juga akan meningkatkan keimanan. Karena iman harus didahului dengan ilmu. Perhatikan firman Allah: Fa’lam annahu Laa ilaaha illaLLAH. Kata fa’lam tersirat makna agar kita punya ilmu, sehingga kita bisa mengimani  Allah.
Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa iman seseorang kadang naik dan kadang berkurang (Al Iimanu yaziidu wayankusu). Dalam kehidupan seorang muslimah, manakala dia mengalami penurunan iman, maka akan berdampak buruk bagi orang-orang di sekelilingnya, baik suami, orang tua, maupun anak-anaknya. Dampak buruk itu misalnya dapat berupa menjadi sasaranpelampiasan kemarahan. Jika hal ini berlangsung terus menerus, tidak mustahil akan berakibat pada penurunan produktivitas dari suatu keluarga. Kita bisa membayangkan seorang suami yang menjadi sasaran kemarahan istri, pasti tidak dapat bekerja secara konsentrasi dan optimal. Demikian juga anak-anak di sekolah tidak dapat belajar dengan konsentrasi dan baik, manakala selalu dimarahi oleh ibunya. Seseorang yang marah, pada hakikatnya  dia sedang membuang-buang energi, yang berarti melakukan kesia-siaan.
Selain menjadi mudah marah, seorang muslimah yang mengalami penurunan iman juga akan menjadi malas dalam melakukan aktivitas ibadah. Kemalasan dalam beribadah ini pada akhirnya juga akan menurunkan kembali keimanan, sehingga menjadi lingkaran tak berujung. Bisa kita bayangkan jika muslimah tidak mendapatkan siraman dalam tarbiyah yang akan menghidupkan dan menyegarkan  kembali keimanannya. Ibarat tanaman yang menjadi segar kembali setelah layu karena tidak disiram. Kemalasan dalam melakukan ibadah juga akan menjadi satu hal yang pada gilirannya akan di contoh oleh anak-anak. Akhirnya akan lahirlah generasi yang pemalas.
Rasulullah saw mengajarkan kita  untuk berdoa agar terhindar dari sifat malas:
Allahumma inna na’udzubika minal hammi wal hazan wana’udzubika minal ajzi wal kasal, wanau’dzubika minal jubni  wal buhl, wanau’dzubika min ghalabatidaeni waqohri rijal.
Artinya: “Yaa Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa sempit dalam dada dan rasa gelisah. Aku pun berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut dan kikir. Aku berlindung kepada-Mu dari belenggu utang dan tekanan manusia:
Penurunan keimanan pada gilirannya juga akan melemahkan motivasi dalam banyak  hal. Orang yang lemah motivasinya akan kehilangan semangat dalam menggapai sesuatu yang lebih baik di masa depan. Padahal Rasulullah saw menyampaikan kepada kita bahwa:
“Orang yang keadaannya hari ini lebih buruk dari hari kemarin, adalah orang yang celaka, sementara orang yang keadaannya hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia adalah orang yang rugi. Dan orang yang beruntung adalah orang yang keadaan hari ini lebih baik dari hari kemarin.”
Dengan keimanan yang terus meningkat, seorang muslimah akan lebih produktif di dalam beramal, baik dalam lapangan kehidupan keluarga maupun kehidupan masyarakat. Dengan demikian tidak dapat di bantah lagi bahwa semua pihak harus mendukung untuk terlaksananya  tarbiyah bagi  muslimah.
Selain hal-hal tersebut di atas, dengan aktivitas tarbiyah, yang  juga terkandung makna aktivitas thalabul ilmi, seseorang akan dimudahkan  jalan masuk ke surga.
“Barangsiapa yang berjalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan jalan baginya untuk masuk surga”
2. Dengan Tarbiyah, muslimah dapat mendukung suami dalam dakwah
dakwatuna.com – Perempuan dan laki-laki diciptakan oleh untuk saling bekerja sama dalam kebaikan sebagaimana firman Allah di dalam surat at Taubah 71
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah: 71)
Seorang muslimah yang terbina akan memahami posisi dirinya sebagai mitra suami dalam menjalankan tugas dakwah. Maka ia akan berusaha bahu membahu dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakatnya. Ia akan memahami betul bagaimana menjadi seorang istri yang shalihah, yang senantiasa taat kepada suami dalam kebaikan, menjaga kehormatan dan harta suami, serta menyenangkan bila dipandang. Muslimah yang terbina juga akan senantiasa mendukung dan memotivasi suami untuk selalu istiqamah di jalan dakwah, dan tidak akan menghalang-halangi suami dalam  amal kebaikan.  Langkahnya selalu terinspirasi oleh sosok Khadijah RA, istri Rasulullah yang secara total menyerahkan apa saja yang dimilikinya untuk kepentingan  dakwah Islam, baik harta, waktu, serta jiwanya.
Berbahagialah  seorang suami yang memiliki pendamping yang setia dan penuh pengorbanan seperti pengorbanan Khadijah RA. Sosok Khadijah lahir dari proses pembinaan yang intensif.
Agar muslimah dapat  mendukung dakwah suami secara optimal, maka dirinya dituntut untuk mampu memenej semua sumber daya yang ada dengan baik, baik sumber daya yang berupa harta, tenaga, ataupun waktu. Di sinilah pentingnya seorang muslimah memiliki keterampilan-keterampilan rumah tangga ataupun keterampilan tambahan yang akan mendukung tugas-tugasnya.
Muslimah membutuhkan banyak keterampilan dalam menjalankan seluruh aktivitas kehidupannya, baik dalam lingkungan rumah tangga, maupun dalam lingkungan  kehidupan sosial masyarakat. Mulai dari  keterampilan mengurus diri dengan manajemen waktu, keterampilan dalam kehidupan rumah tangga dengan tugas-tugas merawat dan mendidik anak, menjaga kerapian dan keindahan rumah dll. Juga keterampilan untuk berkomunikasi  dengan orang lain. Keterampilan-keterampilan tersebut mungkin nampaknya sepele, tetapi jika tidak disiasati dengan baik, akan berakibat pada  kualitas hidup yang tidak baik, karena terjadi pemborosan sumber daya.  Seorang muslimah di tuntut untuk dapat bekerja dengan cerdas, ikhlas dan tuntas, dan bukan sekadar bekerja keras, sehingga ia dapat  mendukung tugas dakwah suami, dan melaksanakan tugas dakwah bagi dirinya.
Allah swt berfirman di dalam surat at Taubah 105 :
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan.”” (QS. At Taubah: 105)
Tarbiyah adalah jalan bagi seorang muslimah untuk dapat memahami, termotivasi dan membekali diri agar dapat melaksanakan tugas-tugas dan fungsinya sebagai seorang istri dalam membantu tugas suami dengan baik.
3. Dengan tarbiyah, muslimah akan dapat sukses mendidik anak.
Pemahaman akan nilai strategis  seorang anak sebagai investasi pahala yang tak pernah putus bagi orang tuanya, akan memotivasi para muslimah untuk senantiasa memperhatikan dan bersemangat dalam mendidik anak-anaknya menjadi generasi rabbani, saleh dan muslih. Pemahaman dan kesadaran demikian akan muslimah dapatkan dalam proses tarbiyah. Berawal dari pemahaman dan kesadaran inilah seorang muslimah akan berjuang sungguh-sungguh dalam mendidik anak-anaknya.
Pada hakikatnya, tarbiyatul aulad adalah merupakan kewajiban dan tanggung bersama antara ayah dan ibu, akan tetapi secara fitrah, muslimah akan lebih dekat interaksinya dengan anak-anak, karena ia sudah berinteraksi secara fisik dengan “ibu” sejak masih ada dalam kandungan. Seorang  ayah seringkali lebih banyak berperan pada hal-hal yang bersifat strategis dalam pendidikan anak, adapun manajemennya lebih banyak ada di tangan ibu. Oleh karena itu, seorang muslimah dituntut untuk memiliki  dan memahami banyak ilmu, keterampilan, dan hal-hal lain terkait dengan pendidikan anak, sehingga anak-anaknya akan menjadi sukses dunia akhirat.
Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita bagaimana orang tua menyayangi anak-anaknya dengan ciuman kasih sayang, sehingga beliau mengomentari sahabat yang tidak pernah sekalipun mencium anak-anaknya dengan ungkapan “barangkali Allah telah mencabut kasih sayang dari dirinya”
Suatu kali Rasulullah saw juga mendoakan anak-anak yang sedang bermain dengan dagangannya dengan doa “semoga Allah memberkahi daganganmu”.
Demikian juga kita melihat contoh para shahabiyah dan salafusshaleh dalam mentarbiyah anak-anaknya. Misalnya al Khansa, telah berhasil menanamkan jiwa syuhada kepada kelima anaknya, sehingga semuanya mendapatkan anugerah syahid.
Seorang muslimah yang terbina sudah semestinya mencita-citakan agar suami dan anak-anak serta dirinya menjadi penghuni surga dengan Rahmat dan Kasih SayangNYA. Inilah cita–cita muslimah seperti yang Allah firmankan dalam surat Ath-Tthuur ayat 21:
وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thuur: 21)
Jadi, ukuran kesuksesan mendidik anak adalah berhasil menjadikan anak-anaknya sebagi penghuni surga. Adapun kesuksesan-kesuksesan yang sifatnya dunia dan materi hakikatnya itu merupakan asesoris yang akan mempercantik “kesuksesan hakiki menjadi penghuni surga”.
4. Dengan Tarbiyah, muslimah dapat eksis di tengah masyarakat untuk bekerja sama dan memberdayakan lingkungan masyarakat yang Islami
Kehadiran muslimah di tengah lingkungan masyarakatnya harus dapat memberi pengaruh yang positif, mampu mencetak lukisan indah di tengah masyarakat, dan bukan melebur pada warna lukisan yang ada di masyarakat. Agar dapat memberikan pengaruh  yang demikian, seorang muslimah membutuhkan bekal-bekal motivasi, keberanian, kebijaksanaan dan keterampilan. Hal-hal ini insya Allah akan didapatkannya di dalam proses tarbiyah yang intensif.  Di sini muslimah akan  mampu memerankan dirinya sebagi agent of change (agen perubahan) ke  arah yang lebih baik, tanpa mengorbankan prinsip yang kebenaran yang telah diyakininya. Sesuai dengan istilah Yahtalituuna walakin yatamayazun.
Secara umum, masyarakat yang melingkupi kehidupan muslimah sekarang ini, masih jauh dari nilai-nilai kebenaran. Berbagai fenomena menunjukkan betapa manusia masih diperbudak oleh makhluk dan hawa nafsunya. Lihatlah, betapa banyak wanita-wanita yang notabene seorang muslim, tampil dengan  pakaian yang minim, betapa banyak remaja yang berbeda jenis bergaul tanpa batas. Lihat pula gerombolan ibu-ibu yang lebih suka bergosip dengan sesama tanpa merasa bersalah. Lihat pula betapa banyak ibu-ibu dari kalangan menengah ke atas lebih senang berburu perhiasan dan perabot rumah yang harganya berlipat-lipat dari gaji seorang guru. Semua fenomena tersebut membutuhkan perhatian yang serius dan kerja keras dari para muslimah yang terbina untuk mengembalikan masyarakat  kepada fitrahnya yang hanif dan cinta kebenaran.
Salah satu hadits Rasul SAW yang dapat di jadikan pedoman dalam merekayasa masyarakat adalah hadits yang artinya :
“Barang siapa yang  melihat  kemungkaran, maka cegahlah dengan tangannya, kalau dia tidak mampu, maka cegahlah dengan lisannya, dan kalau dia tidak mampu juga, maka cegahlah dengan hati. Dan itulah selemah-lemah iman.”
Jika seorang muslimah sudah tidak ada kepekaan dan kepedulian sama sekali melihat kemungkaran dan permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat, maka ia dipertanyakan keimanannya.  Selain itu, Allah juga mengingatkan kita di dalam firman Allah pada surat al Anfal ayat 25:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. dan Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al Anfal: 25)
Ayat ini  seharusnya menjadi penyemangat bagi para muslimah untuk senantiasa proaktif dalam menyeru masyarakat nya kepada kebaikan, sehingga akan jauh dari Azab atau siksa Allah. Di dalam aktivitas tarbiyah, muslimah akan mendapatkan banyak motivasi untuk selalu berbuat, berjuang dan melakukan banyak hal. Maka tarbiyah bagi muslimah adalah suatu yang tidak dapat dipisahkan dari dirinya.
Sumber : dakwatuna
Read More...

Mentoring dan Dunia Shinobi

Leave a Comment
Dalam dunia shinobi, di setiap desa pada tahun ajaran yang berbeda, dilaksanakan pembagian kelompok yang terdiri dari tiga orang anggota dengan tingkat level genin dan satu orang ketua sekaligus guru dengan tingkat level jonin. Setiap anggota berasal dari klan yang berbeda, termasuk di dalamnya klan uchiha, nara, uzumaki, hatake, dll. Dalam dunia permentoringan, setiap memasuki jenjang pendidikan baru, akan dilakukan pembagian kelompok yang terdiri dari sepuluh orang menti (yang  berasal dari daerah dan karakter yang berbeda) dan satu orang pementor.
Dalam dunia shinobi, ketua kelompok sekaligus guru bertanggung jawab atas perkembangan ketiga anggotanya, baik perkembangan taijutsunya, ninjutsunya ataupun jutsu-jutsu lain yang menunjang anggotanya untuk menjadi ninja hebat. Untuk itu, ketua kelompok perlu tahu terlebih dahulu elemen dasar yang dikuasai anggotanya atau kemampuan yang menonjol anggotanya. Dalam dunia permentoringan, pementor bertanggung jawab atas perkembangan mentinya, baik ruhiyah, jasadiyah maupun fikriyahnya, serta sisi-sisi lain yang menunjang dirinya untuk menjadi ikhwan tangguh nan tak rapuh. Selain itu, pementor perlu tahu juga karakter maupun kelebihan yang menonjol mentinya, agar memudahkan pementor jika sewaktu-waktu data-data tersebut diperlukan.
Dalam dunia shinobi, setiap kelompok akan menjalankan misi dengan grade dan lokasi yang bervariasi dengan tujuan untuk meningkatkan pengalaman bertarung di lapangan. Dalam dunia permentoringan, setiap kelompok dianjurkan melaksanakan beberapa media tarbiyah dengan model yang berbeda. Bisa berupa tafakur alam, mabit, ifthor, bedah buku, seminar, kajian, futsalan, dll, dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas diri sebagai seorang muslim.
Dalam dunia shinobi, kelompok yang akan menjalankan misi terlebih dahulu menyusun rencana dan mensimulasikannya dua atau tiga kali ke dalam pikiran masing-masing, sehingga tingkat keberhasilan menjalankan misi dapat naik menjadi beberapa persen. Rencana yang disusun harus berdasarkan jenis misi yang ditugaskan, apakah itu penyergapan, perlindungan terhadap penduduk desa, pemecahan kode, atau penghancuran. Dalam dunia permentoringan, perencanaan yang diimbangi dengan penyusunan standar minimal atau keberhasilan adalah langkah awal untuk mencapai keberhasilan sebesar 50 % dari sasaran yang ingin yang dicapai.
Dalam dunia shinobi, salah satu jalan ninja seorang ninja adalah bertarung sampai mati terlepas dari seberapa kuat musuh yang dihadapi. Dalam dunia permentoringan, optimisme tinggi untuk meraih kemenangan adalah harga mutlak (dengan tidak menghiraukan tawakal kepada Alloh) karena seorang muslim memiliki Islam sebagai aqidahnya yang benar dan memiliki dua instrument pendukung untuk melejitkan tingkat keberhasilan secara eksponensial yaitu lembaga dakwah sebagai bentuk metamorphosis dari ukhuwah dan keluarga sebagai tempat untuk memanifestasikan cinta. Karena sejatinya lembaga dakwah dan keluarga adalah organisasi sekaligus tim yang akan mengantarkan orang-orang muslim menuju kemenangan.
Dalam dunia shinobi, ninja terbaik dengan pengalaman bertarung yang memadai ditambah penguasaan jutsu yang melebihi ninja lainnya, memiliki kearifan serta kemampuan komunikasi yang komunikatif, akan ditunjuk sebagai kage untuk memimpin desa. Dalam dunia permentoringan, ikhwan terbaik dengan keseimbangan pada ketiga sisinya (fikriyah, jasadiyah dan ruhiyah) akan diposisikan sebagai qiyadah dan sebagian lagi menjadi jundinya. Perbedaan posisi ini bukan berarti untuk saling merendahkan atau saling menginginkan, tetapi untuk saling menguatkan.
Dalam dunia shinobi, desa perlu membentuk aliansi dengan desa-desa lain disekitanya. Dengan demikian posisi masing-masing desa akan kuat tanpa perlu khawatir hancur akibat serangan musuh. Dalam dunia permentoringan, ukhuwah menjadi dasar pemantapan kekuatan seluruh kelompok. Ukhuwah yang bukan sekedar kata tapi benar-benar ada dan dapat terjamah oleh indra.
Dalam dunia shinobi, musuh kerap kali menyelinap ke dalam desa sebagai mata-mata, penghianat ataupun dalam pengaruh genjutsu yang bertugas untuk membeberkan data dan informasi rahasia desa, dengan sasaran penguasaan secara menyeluruh terhadap system pemerintahan desa, menghancurkan desa atau penguasaan jutsu baru dengan level A. Dalam dunia permentoringan, kasus serupa dapat saja terjadi.
Dalam dunia shinobi, dalam kurun waktu beberapa tahun, ketiga ninja pada masing-masing kelompok yang semula berposisi sebagai anggota dengan level genin akan berubah posisi sebagai ketua kelompok sekaligus guru dengan level jonin bagi kelompoknya yang baru. Dalam dunia permentoringan, dalan waktu tertentu, kesepuluh menti pada masing-masing kelompok diharapkan dapat bertransformasi menjadi pementor bagi kelompok barunya kelak. Sehingga ada regenerasi tanpa khawatir terjadi missing link.
Dalam dunia shinobi, beberapa klan mendapatkan posisi sesuai kemampuannya. Klan nara misalnya, dengan kecerdasan yang mereka miliki (tingkat IQ minimal 200) diposisikan sebagai pengatur strategi pertempuran maupun pemerintahan sekaligus menganilisis strategi-strategi musuh. Klan uchiha, sering disebut sebagai mesin tempur dikarenakan kemampuan bertarung mereka di lapangan berada di atas rata-rata ninja lainnya. Klan aburame, umumnya ditempatkan sebagai mata-mata atau pencari informasi secara diam-diam. Tugas ini dibebankan kepada mereka, karena klan aburame memiliki teknik khusus yang mampu mengendap ke pertahanan musuh tanpa diketahui. Dalam dunia permentoringan, kalaupun Anda seorang yang hanya bisa ngebut, tak ada keterampilan lainnya, bertapa berharganya Anda sebagai penjemput ustadz pengisi kajian yang rumahnya nan jauh di sana. Dan misalkan Anda seorang yang agak pelit soal uang, ada jabatan bendahara rohis menanti. Ketika Anda hanya seorang yang suka jajan, Anda adalah referensi untuk seksi konsumsi dalam mencari konsumsi terlezat dan termurah. Ketika Anda seorang yang suka bertualang, Anda akan menjadi referensi dan surveyor tangguh tim outbound Islami. Ketika Anda hanya kenal para sopir, bukankah kita perlu seksi transportasi? Pun kalau Anda bercita-cita menjadi pebisnis sukses, mengapa tak sejak sekarang belajar dalam seksi dana usaha?.

Read More...

Saya Mau Keluar dari ROHIS ajaaa!!

Leave a Comment

Bismillahirrohmaanirrohiim

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Dari judulnya serem ya? hoho. Kayanya ni curahan hati banget gitu ya? Tapi....insya Allah ini bermanfaat dan untuk kebaikan... InsyaAllah ada hikmahnya. Jadi, hayati, pahami, renungi.. Daaan selamat membaca! ^_^


Saya mau keluar dari Rohis saja!!!


Ustadz, dulu ana merasa semangat dalam dakwah. Tapi belakangan rasanya semakin hambar. Ukhuwah makin kering. Bahkan ana melihat ternyata ikhwah banyak pula yang aneh-aneh." Begitu keluh kesah seorang mad'u kepada murabbinya di suatu malam.

Sang murabbi hanya terdiam, mencoba terus menggali semua kecamuk dalam diri mad'unya. "Lalu, apa yang ingin antum lakukan setelah merasakan semua itu?" sahut sang murabbi setelah sesaat termenung.

“Ana ingin berhenti saja, keluar dari tarbiyah ini. Ana kecewa dengan perilaku beberapa ikhwah yang justru tidak islami. Juga dengan organisasi dakwah yang ana geluti, kaku dan sering mematikan potensi anggota-anggotanya. Bila begini terus, ana mendingan sendiri saja..." jawab mad'u itu.

Sang murabbi termenung kembali. Tidak tampak raut terkejut dari roman wajahnya. Sorot matanya tetap terlihat tenang, seakan jawaban itu memang sudah diketahuinya sejak awal.

"Akhi, bila suatu kali antum naik sebuah kapal mengarungi lautan luas. Kapal itu ternyata sudah amat bobrok. Layarnya banyak berlubang, kayunya banyak yang keropos bahkan kabinnya bau kotoran manusia. Lalu, apa yang akan antum lakukan untuk tetap sampai pada tujuan?" tanya sang murabbi dengan kiasan bermakna dalam.

Sang mad'u terdiam berpikir. Tak kuasa hatinya mendapat umpan balik sedemikian tajam melalui kiasan yang amat tepat.

"Apakah antum memilih untuk terjun ke laut dan berenang sampai tujuan?" sang murabbi mencoba memberi opsi.

"Bila antum terjun ke laut, sesaat antum akan merasa senang. Bebas dari bau kotoran manusia, merasakan kesegaran air laut, atau bebas bermain dengan ikan lumba-lumba. Tapi itu hanya sesaat. Berapa kekuatan antum untuk berenang hingga tujuan? Bagaimana bila ikan hiu datang? Darimana antum mendapat makan dan minum? Bila malam datang, bagaimana antum mengatasi hawa dingin?" serentetan pertanyaan dihamparkan di hadapan sang mad'u.

Tak ayal, sang mad'u menangis tersedu. Tak kuasa rasa hatinya menahan kegundahan sedemikian. Kekecewaannya kadung memuncak, namun sang murabbi yang dihormatinya justru tidak memberi jalan keluar yang sesuai dengan keinginannya.
 “Akhi, apakah antum masih merasa bahwa jalan dakwah adalah jalan yang paling utama menuju ridho Allah?" Pertanyaan menohok ini menghujam jiwa sang mad'u. Ia hanya mengangguk.

"Bagaimana bila temyata mobil yang antum kendarai dalam menempuh jalan itu temyata mogok? Antum akan berjalan kaki meninggalkan mobil itu tergeletak di jalan, atau mencoba memperbaikinya?" tanya sang murabbi lagi.

Sang mad'u tetap terdiam dalam sesenggukan tangis perlahannya.

Tiba-tiba ia mengangkat tangannya, "Cukup ustadz, cukup. Ana sadar. Maafkan ana. Ana akan tetap istiqamah. Ana berdakwah bukan untuk mendapat medali kehormatan. Atau agar setiap kata-kata ana diperhatikan..."

"Biarlah yang lain dengan urusan pribadi masing-masing. Ana akan tetap berjalan dalam dakwah ini. Dan hanya Allah saja yang akan membahagiakan ana kelak dengan janji-janji-Nya. Biarlah segala kepedihan yang ana rasakan jadi pelebur dosa-dosa ana", sang mad'u berazzam di hadapan murabbi yang semakin dihormatinya.

Sang murabbi tersenyum. "Akhi, jama'ah ini adalah jama'ah manusia. Mereka adalah kumpulan insan yang punya banyak kelemahan. Tapi di balik kelemahan itu, masih amat banyak kebaikan yang mereka miliki. Mereka adalah pribadi-pribadi yang menyambut seruan Allah untuk berdakwah. Dengan begitu, mereka sedang berproses menjadi manusia terbaik pilihan Allah."

"Bila ada satu dua kelemahan dan kesalahan mereka, janganlah hal itu mendominasi perasaan antum. Sebagaimana Allah ta'ala menghapus dosa manusia dengan amal baik mereka, hapuslah kesalahan mereka di mata antum dengan kebaikan-kebaikan mereka terhadap dakwah selama ini. Karena di mata Allah, belum tentu antum lebih baik dari mereka."

"Futur, mundur, kecewa atau bahkan berpaling menjadi lawan bukanlah jalan yang masuk akal. Apabila setiap ketidak-sepakatan selalu disikapi dengan jalan itu, maka kapankah dakwah ini dapat berjalan dengan baik?" sambungnya panjang lebar.

"Kita bukan sekedar pengamat yang hanya bisa berkomentar. Atau hanya pandai menuding-nuding sebuah kesalahan. Kalau hanya itu, orang kafirpun bisa melakukannya. Tapi kita adalah da'i. Kita adalah khalifah. Kitalah yang diserahi amanat oleh Allah untuk membenahi masalah-masalah di muka bumi. Bukan hanya mengeksposnya, yang bisa jadi justru semakin memperuncing masalah."

"Jangan sampai, kita seperti menyiram bensin ke sebuah bara api. Bara yang tadinya kecil tak bernilai, bisa menjelma menjadi nyala api yang membakar apa saja. Termasuk kita sendiri!"

Sang mad'u termenung merenungi setiap kalimat murabbinya. Azzamnya memang kembali menguat. Namun ada satu hal tetap bergelayut dihatinya.

"Tapi bagaimana ana bisa memperbaiki organisasi dakwah dengan kapasitas ana yang lemah ini?" sebuah pertanyaan konstruktif akhirnya muncul juga.

"Siapa bilang kapasitas antum lemah? Apakah Allah mewahyukan begitu kepada antum? Semua manusia punya kapasitas yang berbeda. Namun tidak ada yang bisa menilai, bahwa yang satu lebih baik dari yang lain!" sahut sang murabbi.

"Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah taushiah dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang kepada semua ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu. Karena peringatan selalu berguna bagi orang beriman. Bila ada sebuah isyu atau gosip, tutuplah telinga antum dan bertaubatlah. Singkirkan segala ghil (dengki, benci, iri hati) antum terhadap saudara antum sendiri. Dengan itulah, Bilal yang mantan budak hina menemui kemuliaannya."

Suasana dialog itu mulai mencair. Semakin lama, pembicaraan melebar dengan akrabnya. Tak terasa, kokok ayam jantan memecah suasana. Sang mad'u bergegas mengambil wudhu untuk qiyamullail malam itu. Sang murabbi sibuk membangunkan beberapa mad'unya yang lain dari asyik tidurnya.

Malam itu, sang mad'u menyadari kekhilafannya. Ia bertekad untuk tetap berputar bersama jama'ah dalam mengarungi jalan dakwah. Pencerahan diperolehnya. Demikian juga yang diharapkan dari Antum/antunna yang membaca tulisan ini.. Insya Allah kita tetap istiqamah di jalan dakwah ini.. Dalam samudera tarbiyah ini..

Wallahu a'lam.


Ya. Itulah tadi kisah seorang pemuda dengan organisasi yang digelutinya (Rohis).

Mungkin kita sama, punya banyak masalah-masalah dengan organisasi yang kita geluti. Bisa jadi di OSIS? Ekskul? atau ROHIS? atau mungkin organisasi diluar sekolah? Bisa saja, permasalahannya sama dengan cerita tadi . Siapa tau??
Tapi yang terpenting dari cerita tadi dan terpenting untuk semuanya adalah,,,Bangkitlah! Segera!
Karena sesungguhnya, antum/na-lah para “Da’i/ah”!
Di pundak antum/na-lah segala harapan dakwah untuk kebaikan Islam tersandar...
Antum/na-lah harapan generasi pendahulu!
Jangan berpikir “seberapa sering antum/na jatuh,
tapi berpikirlah seberapa sering antum/na bangkit dari kejatuhan antum/na!”
Masih ada waktu kok untuk merubah segalanya sebelum tongkat estafet dakwah ini bergulir nanti.
Dan juga, tetap ingat bahwa dibalik kerja, lelah, serta pengorbanan antum/na untuk kebaikan Islam...
Allah akan selau melihatnya...
....
....
Ayo Semangat!
Antum/na ga sendirian!
Pemimpin ga boleh galau!

 #Dari sebuah artikel kecil seorang sahabat.... 
Read More...